Legislatif Kampus: Urgensi dan Permasalahannya

[Edited: 20 April 2023]

Seperti halnya sistem kekuasaan pada umumnya yang terbagi menjadi 3 atau yang sering disebut dengan trias politica yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Di dunia kampus, juga sudah menerapkan hal tersebut dimana lembaga eksekutif tertinggi dipegang oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan lembaga legislatif dipegang oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM)/Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) atau Badan Legislatif Mahasiswa (BLM). Di Universitas Negeri Jakarta sendiri, legislatif kampus cukup banyak sebutannya. BLMP, DPM, LLMP begitulah sebutannya. Padahal fungsi dan tugasnya masih sama yakni menjalankan fungsi-fungsi legislatif sesuai AD/ART OPMAWA UNJ.

Adanya legislatif kampus bukanlah tanpa sebab. Legislatif kampus sebagai bentuk organisasi yang mewakili mahasiswa memiliki peran yang tak kalah sentral dengan lembaga eksekutif. Lembaga legislatif mahasiswa seharusnya berkedudukan sebagai lembaga tertinggi dan berdaulat di kampus. Dalam arah geraknya lembaga ini memiliki fungsi antara lain fungsi legislasi, pengawasan, anggaran dan aspirasi. Fungsi pertama adalah fungsi Legislasi. Fungsi legislasi merupakan fungsi utama dari legislatif, karena dengan fungsi ini seorang anggota legislatif melakukan penyerapan aspirasi untuk disusun menjadi produk hukum berupa perundang-undangan dan disalurkan aspirasinya dalam bentuk produk perundang-undangan. Saat ini dalam peraturan perundang-undangan UNJ atau biasa disebut PO UNJ baru terdapat sekitar 7 PO. PO tersebut adalah PO mengenai PKKMB, PO Pemilu eksekutif, PO pemilu legislatif, PO permusyawaratan, PO susunan kedudukan OPMAWA, PO Pedoman pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dan PO tentang alur PengkaderanSelain itu terdapat pula fungsi legislatif yang lain yakni fungsi Pengawasan. Dalam fungsi ini, anggota legislatif berkewajiban mengawasi kinerja dari lembaga eksekutif (BEM) apakah telah sesusai dengan peraturan perundang-undangan atau telah menyimpang. Apakah sudah sesuai dengan visi misi yang dijalankan atau tidak. Selain itu, terdapat pula fungsi Anggaran dan fungsi Aspirasi dimana anggota legislatif bertugas menampung aspirasi dan menyalurkan aspirasinya kepada Badan Eksekutif Mahasiswa maupun birokrat. 

Dengan perannya yang sangat penting tersebut, masih terdapat berbagai kendala dalam melakukan fungsi-fungsi tersebut. Keberadaan legislatif kampus terkesan hanya menjadi formalitas saja dalam sistem pemerintahan mahasiswa. Legislatif kampus mengambil peran kecil dalam tatanan kehidupan organisasi kampus. Peran dan kontribusi lembaga legislatif kampus khususnya MTM sebagai legislatif pusat dapat dikatakan mati suri. Berbagai kegiatan yang bersentuhan langsung dengan mahasiswa sepenuhnya diambil alih oleh badan eksekutif mahasiswa, dengan peran yang amat minim dari badan legislatif. Dominasi badan eksekutif mahasiswa menenggelamkan fungsi penting dalam pembentukan aturan dan regulasi yang seharusnya menonjolkan badan legislatif. Hal ini sangat mungkin terjadi karena badan eksekutif mahasiswa memegang kendali dari kegiatan-kegiatan kampus. Hal ini membuat peran dari badan legislatif mahasiswa sebagai penyusun regulasi kampus menjadi tak terdengar, tak terlihat sehingga timbul stigma "Legislatif Gabut". Bahkan, peran dari badan legislatif mahasiswa hanya sekedar saat dimintai tanda tangan sebagai persetujuan BEM melakukan suatu kegiatan. 

Eksistensi badan legislatif mahasiswa hanya terlihat diawal-awal tahun ajaran baru yakni adanya TIPE atau Tim Pengawas dan Evaluasi PKKMB. Kehadiran TIPE seolah-olah menjadi senjata ampuh untuk menunjukan eksistensi legislatif kampus dan menarik mahasiswa baru untuk bergabung. Ketika keadaan diharuskan melalui online? Organisasi Legislatif tidak terlihat sama sekali. Sedih wkwk

Dengan meredupnya pemahaman mahasiswa dan juga fungsi legislatif yang kurang optimal. MTM UNJ sebagai legislatif pusat seharusnya menjadi contoh dan motor penggerak terhadap legislatif daerah untuk menjalankan fungsi legislatifnya masing-masing sesuai tingkatan. Realisasinya, menurut pendapat penulis sendiri banyak anggota MTM sendiri yang tidak paham akan tupoksi lembaga legislatif itu sendiri. Saya akan coba memberikan beberapa contoh studi kasus untuk mengungkapkan dasar dari argumen di atas.

Pertama, dari segi fungsi legislasi MTM UNJ tidak pernah membuat rancangan atau bahkan Peraturan OPMAWA baru yang terkait dengan kehidupan mahasiswa. Badan Legislasi MTM masih menjalankan cara-cara kuno dengan hanya melakukan agenda kerja merevisi PK BEM  yang hanya itu-itu saja yang diperbaiki. Tidak ada inovasi bahkan tidak pernah terjun langsung ke mahasiswa apa sekiranya aturan yang dibutuhkan dalam organisasi yang bisa diakomodir oleh MTM. MTM terakhir kali membuat peraturan OPMAWA pada tahun 2019 yaitu membuat AD/ART OPMAWA. Padahal banyak isu-isu yang belakangan ini menarik dan bisa untuk dibuatkan peraturan OPMAWA, seperti PO tentang Kekerasan Seksual di Lingkungan OPMAWA kampus ataupun PO mengenai Pergerakan Mahasiswa yang dirasa belakangan ini mulai meredup. Hal ini sangat miris, lembaga legislatif yang fungsi utamanya seharusnya membuat peraturan (legislasi) malah tidak menjalankan fungsinya. Maka tak heran legislatif daerah pun tidak menjalankan fungsi legislasinya dan banyak anggota BEM yang cenderung menganggap remeh lembaga legislatif.

Dasar kedua adalah berkaitan dengan fungsi aspirasi. MTM UNJ sebagai lembaga mahasiswa di tingkat Universitas dinilai kurang merepresentasikan suara dari mayoritas mahasiswa UNJ. Hal ini bisa dilihat dari buruknya pengkaderan legislatif. Dari kedelapan fakultas, ada beberapa fakultas yang hanya diisi oleh 1-2 orang perwakilan. Pertanyaannya, apakah itu merepresentasikan? Tentu tidak. Selain dari buruknya kaderisasi yang dilihat dari jumlah anggota yang selalu turun setiap tahun. MTM UNJ juga kurang inovasi dalam menyerap aspirasi mahasiswa. Angket angket angket dan angket. Bosen sekali saya melihat flyer angket. Agenda kerja KAMA  UNJ pun saya tidak tahu sama sekali itu ngapain wkwkwk. Saya merasa MTM UNJ perlu memiliki strategi untuk menyerap aspirasi agar optimal. Bisa dengan melakukan pertemuan informal dengan lembaga legislatif daerah, diskusi santai dengan underbow maupun seluruh elemen mahasiswa. Dengan begitu mahasiswa umum bisa merasakan manfaat keberadaan MTM itu sendiri.

Mungkin bila dijabarkan satu persatu bobroknya lembaga legislatif mahasiswa di UNJ khususnya MTM maka akan jadi bagian novel yang panjang. Inti dari kritik saya adalah pahami fungsi keberadaan kalian sebagai perwakilan mahasiswa. Buatlah inovasi yang baik untuk menjalankan fungsi legislatif. Menjalankan organisasi tidak boleh kaku seperti anak MIPA yang 1+1 udah pasti 2. Menjalankan organisasi harus mengikuti perkembangan zaman apalagi saat ini banyak mahasiswa yang lebih tertarik dengan program kampus merdeka. Menjalankan organisasi juga tidak harus tergantung apa kata senior. Mereka bukan tuhan yang setiap perkataannya wajib diikuti. MTM juga perlu untuk mendengarkan dari berbagai macam sudut pandang agar tidak terjerembab kedalam kehancuran. Anggota yang berbeda pendapat jangan dimusuhin bahkan dikucilkan.

Terakhir, saya juga ingin menyampaikan apa saja upaya yang telah saya lakukan sebagai ketua BPM FIS UNJ di periode 2021/2022. Tentu saya juga tidak sempurna dan terdapat keterbatasan waktu dalam menjabat. Namun, saya perlu menyampaikan apa saja yang saya anggap sebagai pencapaian BPM FIS Parlemen Restorasi agar tulisan ini tidak hanya terkesan omong kosong belaka. Pertama, dalam hal kaderisasi BPM periode saya lah yang melengkapi seluruh program studi (10 prodi) terdapat perwakilannya di BPM. Hal ini pencapaian yang besar dibandingkan periode 2020/2021 yang hanya terdapat 7 prodi. Hal ini menjadi pencapaian karena merepresentasikan keseluruhan program studi yang ada di FIS. Berbeda dengan MTM yang hanya diisi oleh segelintir orang dan fakultas yang mendominasi.

Kedua, terkait fungsi aspirasi dan legislasi. BPM FIS periode 2021/2022 telah berinovasi di berbagai agenda kerja. Kami mengadakan sosialisasi PO internal. Membuat Rancangan PO terkait Sekolah Legislatif yang mana belum banyak fakultas ataupun prodi yang tahu dan melakukan. Kami juga berinovasi dalam menyerap aspirasi dan masukan untuk bapak ibu dekanat yang baru. Kami bekerja sama mengadakan DIVA dengan departemen Adkesma BEM FIS.

Demikianlah tulisan yang dapat saya buat, saya berharap MTM UNJ segera mengintrospeksi diri. Sudah sejauh mana kalian menjalankan fungsi legislatif. Perbaiki komunikasi yang terjalin dengan legislatif daerah. Berkomunikasi lah dengan egaliter dengan legislatif daerah.

Terima kasih sudah membaca tulisan saya
Viva legislativa

Komentar