Geografi Lingkungan - Kerusakan Hutan di Kabupaten Berau
Manusia dan lingkungan adalah dua
hal yang tidak dapat dipisahkan bak dua sisi mata uang koin, keduanya saling
berinteraksi, berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Di zaman kontemporer ini
masalah lingkungan muncul justru karena kemampuan manusia menguasai alam,
sehingga memanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kebutuhan manusia.
Sumber daya alam dan lingkungan hanya diposisikan sebagai sasaran yang terus
dieksploitasi (Wilujeung, Sri Rahayu. 2015). Akibat pemanfaatan yang
sebesar-besarnya itulah yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Kerusakan lingkungan yang sering
terjadi di Indonesia salah satunya adalah kerusakan hutan. Kerusakan hutan adalah suatu proses dimana
terjadi penurunan kapasitas baik saat ini maupun masa mendatang dalam
memberikan hasil/ produk (Suhendang,2000). Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 yang telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan mengamanatkan
bahwa pengelolaan hutan merupakan usaha untuk mewujudkan hutan lestari
berdasarkan tata hutan, rencana pengelolaan, pemanfaatan hutan, rehabilitasi
hutan, perlindungan hutan dan konservasi (Wulandari, Erni dkk.2018). Permasalahan kerusakan kehutanan akhir-akhir
ini menyebabkan menurunnya fungsi dan potensi hutan seiring dengan makin
berkurangnya luas hutan. Berbagai aktivitas manusia mengubah fungsi hutan
secara ekologis menjadi pemanfaatan secara ekonomis. Salah satunya adalah
pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Sementara itu, berdasarkan hasil
telaah Word Agro Forestry Center dan The Nature Conservancy (TNC) sekitar
39.000 hektar Hutan Berau mengalami kerusakan akibat deforestasi dan degradasi
serta menghasilkan emisi karbon dioksida lebih dari 20 juta ton. Kabupaten
Berau yang memiliki luas wilayah ± 2,3 juta hektar memiliki berbagai penggunaan
lahan sebagai kawasan adminitrasi berau sebesar
68 %, kawasan hutan dengan pembagian hutan lindung (27%), hutan produksi 41%
dan kawasan budidaya non kehutanan 32%. Sedangkan luas lahan kritis di
Kabupaten Berau 1.057.481,830 hektar. Terjadinya lahan kritis ini disebabkan
oleh kebakaran hutan, illegal logging, pembukaan lahan untuk kawasan pemukiman
dan kepentingan berbagai sektor lainnya (Wulandari, Erni dkk.2018).
Dari kerusakan diatas Badan Lingkungan Hidup atau BLH
telah melakukan langkah strategi penanggulangan kerusakan hutan. Strategi
tersebut seperti pemeriksaan terhadap adanya kerusakan hutan dengan membuat pos
pengaduan dan menggunakan teknologi. Selain pemeriksaan, badan lingkungan hidup
juga melakukan pencegahan terjadinya kerusakan hutan melalui pelatihan global
positioning system dan melakukan patroli dikawasan hutan. Kemudian pengendalian
kerusakan hutan melalui penegakan hukum mulai dari penyelidikan hingga
dilakukan sampai ke pengadilan. Tetapi, dalam upaya pelaksanaan strategi
tersebut badan lingkungan hidup menemukan banyak sekali hambatan seperti
kurangnya personil dan ada beberapa oknum yang terlibat melakukan kegiatan
perusakan hutan yang seharusnya oknum tersebut ikut menjaga kelestarian hutan. Oleh
karena itu, dalam mengatasi permasalah kerusakan hutan ini perlu melibatkan
masyarakat untuk bergabung dalam strategi mengatasi masalah tersebut agar
berjalan optimal dan juga adanya oknum-oknum yang ikut terlibat perusakan dapat
di atasi dengan di buatnya aturan-aturan yang lebih berat lagi untuk oknum tersebut
dibandingkan masyarakat agar menimbulkan efek jera.
Komentar
Posting Komentar